SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG SELAMAT DATANG SELAMAT DATANG

Sabtu, 24 Maret 2012

Pasal 144




 

   Pasal 144



Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum
disusun berdasarkan: 
a.  tata ruang wilayah;
b.  tingkat permintaan jasa angkutan;

 c. kemampuan . . .









 - 76 -

c.  kemampuan penyediaan jasa angkutan;
d.  ketersediaan jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
e.  kesesuaian dengan  kelas jalan;
f.   keterpaduan intramoda angkutan; dan
g.  keterpaduan antarmoda angkutan. 



     Pasal 145



(1)  Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor

Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144  disusun
dalam bentuk rencana umum jaringan trayek.


(2)  Penyusunan rencana umum jaringan trayek sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terkoordinasi
dengan instansi terkait.

  (3)  Rencana umum jaringan trayek sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) terdiri atas: 
a.    jaringan trayek lintas batas negara;
b.    jaringan trayek antarkota antarprovinsi;
c.    jaringan trayek antarkota dalam provinsi;
d.    jaringan trayek perkotaan; dan
e.    jaringan trayek perdesaan.

  (4)  Rencana umum jaringan trayek sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dikaji ulang secara berkala paling lama 5
(lima) tahun. 

       Pasal 146

 

(1)  Jaringan trayek perkotaan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 145 ayat (3) huruf d disusun berdasarkan kawasan
perkotaan.



(2)  Kawasan perkotaan untuk pelayanan angkutan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh:

a.   Menteri yang bertanggung  jawab di bidang sarana

dan Prasana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk
kawasan perkotaan yang melampaui batas wilayah
provinsi;

b.   gubernur untuk  kawasan perkotaan yang melampaui

batas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi;
atau

c.   bupati/walikota untuk kawasan perkotaan yang

berada dalam wilayah kabupaten/kota.

 Pasal 147 . . .









 - 77 -

   Pasal  147



 (1)  Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor

Umum lintas batas negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 145 ayat (3) huruf a ditetapkan oleh  Menteri yang
bertanggung  jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan perjanjian
antarnegara.



(2)  Perjanjian antarnegara sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dibuat berdasarkan ketentuan  peraturan perundang-
undangan.



   Pasal 148

  Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (1) dan ayat (3)
huruf b, huruf c, dan huruf d ditetapkan oleh:
a.  Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan

Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk jaringan
trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum
antarkota antarprovinsi dan perkotaan yang melampaui
batas 1 (satu) provinsi;

b.  gubernur untuk  jaringan trayek  dan kebutuhan

Kendaraan Bermotor Umum  antarkota dalam provinsi 
dan  perkotaan  yang melampaui batas 1 (satu)
kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi setelah mendapat
persetujuan dari Menteri yang bertanggung jawab di
bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan; atau

c.  bupati/walikota untuk  jaringan trayek  dan kebutuhan

Kendaraan Bermotor Umum perkotaan dalam 1 (satu)
wilayah kabupaten/kota  setelah mendapat persetujuan
dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.



 Pasal 149

 

Jaringan trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor Umum
perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (3)
huruf e ditetapkan oleh:
a.  bupati untuk kawasan perdesaan yang menghubungkan 1

(satu) daerah kabupaten;

b.  gubernur untuk kawasan perdesaan yang melampaui 1

(satu) daerah kabupaten dalam 1 (satu) daerah provinsi;
atau

 c. Menteri . . .









 - 78 -

c.  Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan

Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk
kawasan perdesaan yang melampaui satu daerah provinsi.



   Pasal 150

Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan orang dengan
Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek diatur dengan
peraturan pemerintah.



 

  Paragraf  4

        Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek



  Pasal 151



Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor
Umum tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 140 huruf b terdiri atas:
a.  angkutan orang dengan menggunakan taksi;
b.  angkutan orang dengan tujuan tertentu;
c.  angkutan orang untuk keperluan pariwisata; dan
d.  angkutan orang di kawasan tertentu.



 Pasal 152



(1)  Angkutan orang dengan menggunakan taksi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf a harus 
digunakan untuk  pelayanan angkutan dari pintu ke
pintu dengan wilayah operasi dalam kawasan perkotaan.  



(2)  Wilayah operasi dalam kawasan perkotaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat:
a.    berada dalam wilayah kota; 
b.    berada dalam wilayah kabupaten; 
c.   melampaui wilayah kota atau wilayah kabupaten

dalam 1 (satu) daerah provinsi; atau 

d.    melampaui wilayah provinsi.



(3)  Wilayah operasi dalam kawasan perkotaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dan jumlah maksimal kebutuhan
taksi ditetapkan oleh: 
a.   walikota untuk taksi yang wilayah operasinya berada

dalam wilayah kota;

 b. bupati . . .









 - 79 -

b.   bupati untuk taksi yang wilayah operasinya berada

dalam wilayah kabupaten;

c.   gubernur untuk taksi yang wilayah operasinya

melampaui wilayah kota atau wilayah kabupaten
dalam 1 (satu) wilayah provinsi; atau

d.    Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan

Prasarana Lalu lintas dan Angkutan Jalan untuk
taksi yang wilayah operasinya melampaui wilayah
provinsi.

 

Pasal 153



 (1)  Angkutan orang dengan tujuan tertentu sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 151 huruf b dilarang menaikkan
dan/atau menurunkan Penumpang di sepanjang
perjalanan untuk keperluan lain di luar pelayanan
angkutan orang dalam trayek.


(2)  Angkutan orang dengan tujuan tertentu diselenggarakan

dengan menggunakan mobil penumpang umum atau
mobil bus umum. 



 Pasal 154



(1)  Angkutan orang untuk keperluan pariwisata

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf c harus
digunakan untuk pelayanan angkutan wisata.


(2)  Penyelenggaraan angkutan orang untuk keperluan

pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
menggunakan mobil penumpang umum dan mobil bus
umum dengan tanda khusus.


(3)  Angkutan orang untuk keperluan pariwisata tidak

diperbolehkan menggunakan Kendaraan Bermotor
Umum dalam trayek, kecuali di daerah yang belum
tersedia angkutan khusus untuk pariwisata.



 Pasal 155



(1)  Angkutan di kawasan tertentu sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 151 huruf d harus dilaksanakan melalui
pelayanaan angkutan di jalan lokal dan jalan lingkungan.



 (2) Angkutan . . .









 - 80 -

(2)  Angkutan orang di kawasan tertentu sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan mobil
penumpang umum.



 Pasal 156



 Evaluasi wilayah operasi dan kebutuhan angkutan orang
tidak dalam trayek dilakukan sekurang-kurangnya sekali
dalam 1 (satu) tahun dan diumumkan kepada masyarakat. 



 Pasal 157



Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan orang dengan
Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek diatur dengan
peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana
dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.



Paragraf 5

Angkutan Massal



Pasal 158



(1)  Pemerintah menjamin ketersediaan angkutan massal

berbasis Jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan
orang dengan Kendaraan Bermotor Umum  di kawasan
perkotaan.  


(2)  Angkutan massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus didukung  dengan:
a.    mobil bus yang berkapasitas angkut massal; 
b.   lajur khusus;
c.   trayek angkutan umum lain yang tidak berimpitan

dengan trayek angkutan massal; dan

d.    angkutan pengumpan. 



Pasal 159



Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan massal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 diatur dengan
peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana
dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.



 

 Bagian Keempat . . .



  







 - 81 -

   Bagian Keempat

    Angkutan Barang dengan Kendaraan Bermotor Umum

    Paragraf 1

   Umum



    Pasal 160



 Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum terdiri
atas:
a.  angkutan barang umum; dan
b.  angkutan barang khusus. 



 

Paragraf 2

Angkutan Barang Umum



Pasal 161



Pengangkutan barang umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 160 huruf a harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a.  prasarana Jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas

Jalan;

b.  tersedia pusat distribusi logistik dan/atau tempat untuk

memuat dan membongkar barang; dan

c.  menggunakan mobil barang.



 

Paragraf 3

Angkutan Barang Khusus dan Alat Berat



Pasal 162



(1)  Kendaraan Bermotor yang mengangkut barang khusus

wajib:
a.   memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan

sifat dan bentuk barang yang diangkut;

b.   diberi tanda tertentu sesuai dengan barang yang

diangkut;

c.    memarkir Kendaraan di tempat yang ditetapkan;

d. membongkar . . .









 - 82 -

d.   membongkar dan memuat barang di tempat yang

ditetapkan dan dengan menggunakan alat sesuai
dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut; 

e.   beroperasi pada waktu yang tidak mengganggu

Keamanan, Keselamatan, Kelancaran, dan Ketertiban
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan

f.    mendapat rekomendasi dari instansi terkait. 


(2)  Kendaraan Bermotor Umum yang mengangkut alat berat

dengan dimensi yang melebihi dimensi yang ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 harus mendapat
pengawalan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.



 (3)  Pengemudi dan pembantu Pengemudi Kendaraan

Bermotor Umum yang mengangkut barang khusus wajib
memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan sifat dan
bentuk barang khusus yang diangkut.



 Pasal  163



 (1)  Pemilik, agen ekspedisi muatan angkutan barang, atau

pengirim yang menyerahkan barang khusus wajib
memberitahukan kepada pengelola pergudangan
dan/atau penyelenggara angkutan barang sebelum
barang dimuat ke dalam Kendaraan  Bermotor Umum.


(2)  Penyelenggara angkutan barang yang melakukan

kegiatan pengangkutan barang khusus wajib
menyediakan tempat penyimpanan serta bertanggung 
jawab terhadap penyusunan sistem dan prosedur
penanganan barang khusus dan/atau berbahaya selama
barang tersebut belum dimuat ke dalam Kendaraan
Bermotor Umum.



 Pasal 164



Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan barang dengan
Kendaraan Bermotor Umum  diatur dengan peraturan Menteri
yang bertanggung  jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.



 



 Bagian Kelima . . .









 - 83 -

   Bagian Kelima

   Angkutan Multimoda



    Pasal 165



(1)  Angkutan umum di Jalan yang merupakan bagian

angkutan multimoda dilaksanakan oleh badan hukum
angkutan multimoda.


(2)  Kegiatan angkutan umum dalam angkutan multimoda

dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang dibuat antara
badan hukum angkutan Jalan dan badan hukum
angkutan multimoda dan/atau badan hukum moda lain.


(3)  Pelayanan angkutan multimoda harus terpadu secara

sistem dan mendapat izin dari Pemerintah. 


(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan multimoda,

persyaratan, dan tata cara memperoleh izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
pemerintah. 





   Bagian Keenam

  Dokumen Angkutan Orang dan Barang 

   dengan Kendaraan Bermotor Umum

  Pasal 166



 (1)  Angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum

yang melayani trayek tetap lintas batas negara, antarkota
antarprovinsi, dan antarkota dalam provinsi harus
dilengkapi dengan dokumen.


(2)  Dokumen  angkutan  orang sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) meliputi:
a.   tiket Penumpang umum untuk angkutan dalam

trayek;

b.    tanda pengenal bagasi; dan
c.   manifes.



 (3)  Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum

wajib dilengkapi dengan dokumen yang meliputi:
a.    surat perjanjian pengangkutan; dan
b.    surat muatan barang.

 Pasal 167 . . .









 - 84 -

  Pasal 167



 (1)  Perusahaan Angkutan Umum orang wajib: 

a.    menyerahkan tiket Penumpang;
b.   menyerahkan   tanda bukti pembayaran

pengangkutan untuk angkutan tidak dalam trayek;

c.   menyerahkan tanda pengenal bagasi kepada

Penumpang; dan

d.    menyerahkan manifes kepada Pengemudi.



 (2)  Tiket Penumpang harus digunakan oleh orang yang

namanya tercantum dalam tiket sesuai dengan dokumen
identitas diri yang sah.


   Pasal 168



(1)  Perusahaan Angkutan Umum yang mengangkut barang

wajib membuat surat muatan barang sebagai bagian
dokumen perjalanan.


(2)  Perusahaan Angkutan Umum yang mengangkut barang

wajib membuat surat perjanjian pengangkutan barang.

 



 Bagian Ketujuh

Pengawasan Muatan Barang



  Pasal 169



(1) Pengemudi dan/atau Perusahaan Angkutan Umum

barang wajib mematuhi ketentuan mengenai tata cara
pemuatan, daya angkut, dimensi Kendaraan, dan kelas
jalan.


(2)  Untuk mengawasi pemenuhan terhadap ketentuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
pengawasan muatan angkutan barang.


(3)  Pengawasan muatan angkutan barang dilakukan dengan

menggunakan alat penimbangan.

 
(4)  Alat penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

terdiri atas:
a.    alat penimbangan yang dipasang secara tetap; atau
b.    alat penimbangan yang dapat dipindahkan.

Pasal 170 . . .









 - 85 -

   

   Pasal  170

(1)  Alat penimbangan yang dipasang secara tetap

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (4) huruf a
dipasang pada lokasi tertentu.


(2)  Penetapan lokasi, pengoperasian, dan penutupan alat

penimbangan yang dipasang secara tetap pada Jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Pemerintah.


(3)  Pengoperasian dan perawatan alat penimbangan yang

dipasang secara tetap dilakukan oleh unit pelaksana
penimbangan yang ditunjuk oleh Pemerintah.



 (4)  Petugas alat penimbangan yang dipasang secara tetap

wajib mendata jenis barang yang diangkut, berat
angkutan, dan asal tujuan. 



    Pasal  171



 (1)  Alat penimbangan yang dapat dipindahkan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 169 ayat (4) huruf b digunakan
dalam pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan
penyidikan tindak pidana pelanggaran muatan. 


(2)  Pengoperasian alat penimbangan untuk pemeriksaan

Kendaraan Bermotor di Jalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh petugas pemeriksa
Kendaraan Bermotor.


(3)  Pengoperasian alat penimbangan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan bersama dengan petugas
Kepolisian Negara Republik Indonesia.



    Pasal  172



 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan muatan

angkutan barang diatur dengan peraturan pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar