Bagian Kedelapan
|
Pengusahaan Angkutan
|
Paragraf 1
|
Perizinan Angkutan
|
|
Pasal 173
|
|
(1) Perusahaan Angkutan Umum yang
menyelenggarakan
|
angkutan orang dan/atau
barang wajib memiliki:
a. izin penyelenggaraan angkutan orang dalam
trayek;
b. izin penyelenggaraan angkutan orang tidak
dalam
|
trayek; dan/atau
|
c. izin penyelenggaraan angkutan barang
khusus atau
|
alat berat.
|
|
(2)
Kewajiban memiliki izin sebagaimana dimaksud pada
|
ayat (1) tidak berlaku
untuk:
a. pengangkutan orang sakit dengan
menggunakan
|
ambulans; atau
|
b. pengangkutan jenazah.
|
|
Pasal 174
|
|
(1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173
ayat (1)
|
berupa dokumen kontrak
dan/atau kartu elektronik yang
terdiri atas surat
keputusan, surat pernyataan, dan kartu
pengawasan.
|
(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
|
dilaksanakan melalui
seleksi atau pelelangan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan.
|
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa
|
izin pada 1 (satu) trayek
atau pada beberapa trayek
dalam satu kawasan.
|
|
Pasal 175
|
|
(1) Izin penyelenggaraan angkutan umum berlaku
untuk
|
jangka waktu tertentu.
|
|
(2) Perpanjangan . . .
|
|
|
|
- 87 -
|
(2) Perpanjangan izin harus melalui proses
seleksi atau
|
pelelangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 174 ayat
(2).
|
|
|
Paragraf 2
|
Izin
Penyelenggaraan Angkutan Orang dalam Trayek
|
|
Pasal 176
|
Izin penyelenggaraan
angkutan orang dalam trayek
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 173 ayat (1) huruf a
diberikan oleh:
a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang
sarana dan
|
Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan untuk
penyelenggaraan angkutan
orang yang melayani:
1. trayek lintas batas negara sesuai dengan
perjanjian
|
antarnegara;
|
2. trayek antarkabupaten/kota yang melampaui
wilayah
|
1 (satu) provinsi;
|
3. trayek angkutan perkotaan yang melampaui
wilayah 1
|
(satu) provinsi; dan
|
4. trayek perdesaan yang melewati wilayah 1
(satu)
|
provinsi.
|
b. gubernur untuk penyelenggaraan angkutan
orang yang
|
melayani:
1. trayek antarkota yang melampaui wilayah 1
(satu)
|
kabupaten/kota dalam 1
(satu) provinsi;
|
2. trayek angkutan perkotaan yang melampaui
wilayah 1
|
(satu) kabupaten/kota
dalam satu provinsi; dan
|
3. trayek perdesaan yang melampaui wilayah 1
(satu)
|
kabupaten dalam satu
provinsi.
|
c. Gubernur Daerah Khusus
Ibukota Jakarta untuk
|
penyelenggaraan angkutan
orang yang melayani trayek
yang seluruhnya berada
dalam wilayah Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta.
|
d. bupati untuk
penyelenggaraan angkutan orang yang
|
melayani:
1. trayek perdesaan yang berada dalam 1 (satu)
wilayah
|
kabupaten; dan
|
2. trayek perkotaan yang berada dalam 1 (satu)
wilayah
|
kabupaten.
|
e. walikota . . .
|
|
|
|
- 88 -
|
e. walikota untuk penyelenggaraan angkutan
orang yang
|
melayani trayek perkotaan
yang berada dalam 1 (satu)
wilayah kota.
|
Pasal
177
|
|
Pemegang izin penyelenggaraan angkutan orang
dalam trayek
wajib:
a. melaksanakan ketentuan yang ditetapkan
dalam izin yang
|
diberikan; dan
|
b. mengoperasikan Kendaraan Bermotor Umum
sesuai
|
dengan standar pelayanan
minimal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 141
ayat (1).
|
Pasal 178
|
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai izin
penyelenggaraan
angkutan orang dalam
trayek diatur dengan peraturan
Menteri yang bertanggung
jawab di bidang sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
|
|
Paragraf 3
|
Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang
Tidak dalam Trayek
|
|
Pasal 179
|
|
(1) Izin penyelenggaraan angkutan orang tidak
dalam trayek
|
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 173 ayat (1) huruf b
diberikan oleh:
|
a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang
sarana dan
|
Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan untuk
angkutan orang yang
melayani:
1. angkutan taksi yang wilayah operasinya
|
melampaui 1 (satu) daerah
provinsi;
|
2. angkutan dengan tujuan tertentu; atau
3. angkutan pariwisata.
|
b. gubernur untuk angkutan taksi yang wilayah
|
operasinya melampaui
lebih dari 1 (satu) daerah
kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi;
|
c. Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta
untuk
|
angkutan taksi dan
angkutan kawasan tertentu yang
wilayah operasinya berada
dalam wilayah Provinsi
Daerah Khusus Ibukota
Jakarta; dan
|
d. bupati . . .
|
|
|
|
- 89 -
|
d. bupati/walikota untuk taksi dan angkutan
kawasan
|
tertentu yang wilayah
operasinya berada dalam
wilayah kabupaten/kota.
|
|
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
|
persyaratan pemberian
izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan
peraturan Menteri yang
bertanggung jawab di
bidang sarana dan Prasarana Lalu
Lintas dan Angkutan
Jalan.
|
|
Paragraf 4
|
Izin
Penyelenggaraan Angkutan Barang Khusus dan Alat Berat
|
|
Pasal 180
|
|
(1) Izin penyelenggaraan angkutan barang khusus
|
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 173 ayat (1) huruf c
diberikan oleh Menteri
yang bertanggung jawab di bidang
sarana dan Prasarana Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan
dengan rekomendasi dari
instansi terkait.
|
(2) Izin penyelenggaraan angkutan alat berat
sebagaimana
|
dimaksud dalam Pasal 173
ayat (1) huruf c diberikan oleh
Menteri yang bertanggung
jawab di bidang sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
|
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
dan
|
persyaratan pemberian
izin penyelenggaraan angkutan
barang khusus dan alat
berat diatur dengan peraturan
Menteri yang bertanggung
jawab di bidang sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
|
|
|
Bagian Kesembilan
|
Tarif Angkutan
|
Pasal 181
|
|
(1)
Tarif angkutan terdiri
atas tarif Penumpang dan tarif
|
barang.
|
(2) Tarif Penumpang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
|
terdiri atas:
a. tarif Penumpang untuk angkutan orang
dalam trayek;
|
dan
|
b. tarif . . .
|
|
|
|
- 90 -
|
b. tarif Penumpang untuk angkutan orang tidak
dalam
|
trayek.
|
Pasal 182
|
|
(1) Tarif Penumpang untuk angkutan orang dalam
trayek
|
terdiri atas:
|
a. tarif kelas ekonomi; dan
|
b. tarif kelas nonekonomi.
|
(2)
Penetapan tarif kelas ekonomi sebagaimana dimaksud
|
pada ayat (1) dilakukan
oleh:
a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang
sarana dan
|
Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan untuk
angkutan orang yang
melayani trayek antarkota
antarprovinsi, angkutan
perkotaan, dan angkutan
perdesaan yang wilayah
pelayanannya melampaui
wilayah provinsi;
|
b. gubernur untuk
angkutan orang yang melayani
|
trayek antarkota dalam
provinsi serta angkutan
perkotaan dan perdesaan
yang melampaui batas satu
kabupaten/kota dalam satu
provinsi;
|
c. bupati untuk angkutan orang yang melayani
trayek
|
antarkota dalam kabupaten
serta angkutan perkotaan
dan perdesaan yang wilayah pelayanannya dalam
kabupaten; dan
|
d. walikota untuk angkutan orang yang melayani
trayek
|
angkutan perkotaan yang
wilayah pelayanannya
dalam kota.
|
(3)
Tarif Penumpang angkutan orang dalam trayek kelas
|
nonekonomi ditetapkan
oleh Perusahaan Angkutan
Umum.
|
|
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tarif
penumpang
|
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan
peraturan Menteri yang
bertanggung jawab di bidang
sarana dan Prasarana Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.
|
|
Pasal 183
|
|
(1) Tarif Penumpang untuk angkutan orang tidak
dalam
|
trayek dengan menggunakan
taksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 151
huruf a ditetapkan oleh
Perusahaan Angkutan Umum
atas persetujuan
Pemerintah sesuai dengan
kewenangan masing-masing
berdasarkan standar
pelayanan minimal yang ditetapkan.
|
(2) Tarif . . .
|
|
|
|
- 91 -
|
(2) Tarif Penumpang untuk angkutan orang tidak
dalam
|
trayek dengan tujuan
tertentu, pariwisata, dan di
kawasan tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
151 huruf b, huruf c, dan
huruf d ditetapkan
berdasarkan kesepakatan
antara Pengguna Jasa dan
Perusahaan Angkutan Umum.
|
|
Pasal 184
|
|
Tarif
angkutan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
181
ayat (2) huruf b ditetapkan berdasarkan kesepakatan
antara
Pengguna Jasa dan Perusahaan Angkutan Umum.
|
Bagian Kesepuluh
|
Subsidi Angkutan Penumpang Umum
|
|
Pasal 185
|
|
(1) Angkutan penumpang umum dengan tarif kelas
ekonomi
|
pada trayek tertentu
dapat diberi subsidi oleh Pemerintah
dan/atau Pemerintah
Daerah.
|
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
subsidi
|
angkutan Penumpang umum
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan
peraturan pemerintah.
|
|
|
Bagian Kesebelas
|
Kewajiban, Hak, dan Tanggung Jawab
Perusahaan Angkutan Umum
|
Paragraf 1
|
Kewajiban Perusahaan Angkutan Umum
|
|
Pasal 186
|
|
Perusahaan Angkutan Umum wajib mengangkut
orang
dan/atau barang setelah
disepakati perjanjian angkutan
dan/atau dilakukan
pembayaran biaya angkutan oleh
Penumpang dan/atau
pengirim barang.
|
|
Pasal 187
|
|
Perusahaan Angkutan Umum
wajib mengembalikan biaya
angkutan yang telah
dibayar oleh Penumpang dan/atau
pengirim barang jika
terjadi pembatalan pemberangkatan.
|
|
Pasal 188 . . .
|
|
|
|
- 92 -
|
Pasal 188
|
|
Perusahaan Angkutan Umum wajib mengganti
kerugian yang
diderita oleh Penumpang
atau pengirim barang karena lalai
dalam melaksanakan
pelayanan angkutan.
|
Pasal 189
|
|
Perusahaan Angkutan Umum wajib
mengasuransikan
tanggung jawabnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188.
|
|
Pasal 190
|
|
Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum dapat menurunkan
penumpang dan/atau barang
yang diangkut pada tempat
pemberhentian terdekat
jika Penumpang dan/atau barang
yang diangkut dapat
membahayakan keamanan dan
keselamatan angkutan.
|
|
Pasal 191
|
Perusahaan Angkutan Umum
bertanggung jawab atas
kerugian yang diakibatkan
oleh segala perbuatan orang yang
dipekerjakan dalam
kegiatan penyelenggaraan angkutan.
|
|
Pasal 192
|
|
(1) Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab
atas
|
kerugian yang diderita
oleh Penumpang yang meninggal
dunia atau luka akibat
penyelenggaraan angkutan,
kecuali disebabkan oleh
suatu kejadian yang tidak dapat
dicegah atau dihindari
atau karena kesalahan
Penumpang.
|
(2) Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung
|
berdasarkan kerugian yang
nyata-nyata dialami atau
bagian biaya pelayanan.
|
(3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
|
dimulai sejak Penumpang
diangkut dan berakhir di
tempat tujuan yang
disepakati.
|
(4) Pengangkut tidak bertanggung jawab atas
kerugian
|
barang bawaan Penumpang,
kecuali jika Penumpang
dapat membuktikan bahwa
kerugian tersebut disebabkan
oleh kesalahan atau
kelalaian pengangkut.
|
(5) Ketentuan . . .
|
|
|
|
- 93 -
|
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya
ganti kerugian
|
diatur dengan peraturan
pemerintah.
|
|
Pasal 193
|
|
(1) Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab
atas
|
kerugian yang diderita
oleh pengirim barang karena
barang musnah, hilang,
atau rusak akibat
|
penyelenggaraan angkutan,
kecuali terbukti bahwa
musnah, hilang, atau
rusaknya barang disebabkan oleh
suatu kejadian yang tidak
dapat dicegah atau dihindari
atau kesalahan pengirim.
|
(2) Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung
|
berdasarkan kerugian yang
nyata-nyata dialami.
|
(3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)
|
dimulai sejak barang
diangkut sampai barang diserahkan
di tempat tujuan yang
disepakati.
|
(4) Perusahaan Angkutan Umum tidak bertanggung
jawab
|
jika kerugian disebabkan
oleh pencantuman keterangan
yang tidak sesuai dengan
surat muatan angkutan
barang.
|
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran
ganti kerugian
|
diatur dengan peraturan
pemerintah.
|
|
Pasal 194
|
|
(1) Perusahaan Angkutan Umum tidak bertanggung
jawab
|
atas kerugian yang
diderita oleh pihak ketiga, kecuali jika
pihak ketiga dapat
membuktikan bahwa kerugian
tersebut disebabkan
oleh kesalahan Perusahaan
Angkutan Umum.
|
(2) Hak untuk mengajukan keberatan dan
permintaan ganti
|
kerugian pihak ketiga
kepada Perusahaan Angkutan
Umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
disampaikan
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
terhitung mulai tanggal
terjadinya kerugian.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar