Pasal 94
|
|
(1)
Kegiatan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam
|
Pasal 93 ayat (3) huruf a
meliputi:
|
a. identifikasi masalah Lalu Lintas;
b. inventarisasi dan analisis situasi arus
Lalu Lintas;
c. inventarisasi dan analisis kebutuhan
angkutan orang
|
dan barang;
|
d. inventarisasi dan
analisis ketersediaan atau daya
|
tampung jalan;
|
e. inventarisasi dan analisis ketersediaan
atau daya
|
tampung Kendaraan;
|
f. inventarisasi dan analisis angka
pelanggaran dan
|
Kecelakaan Lalu Lintas;
|
g. inventarisasi dan analisis dampak Lalu
Lintas;
h. penetapan tingkat pelayanan; dan
|
i. penetapan rencana
kebijakan pengaturan
|
penggunaan jaringan Jalan
dan gerakan Lalu Lintas.
|
|
(2)
Kegiatan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
|
93 ayat (3) huruf b
meliputi:
a. penetapan kebijakan penggunaan jaringan
Jalan dan
|
gerakan Lalu Lintas pada
jaringan Jalan tertentu; dan
|
b. pemberian informasi
kepada masyarakat dalam
|
pelaksanaan kebijakan
yang telah ditetapkan.
|
|
(3) Kegiatan perekayasaan sebagaimana dimaksud
dalam
|
Pasal 93 ayat (3) huruf c
meliputi:
a. perbaikan geometrik
ruas Jalan dan/atau
|
persimpangan serta
perlengkapan Jalan yang tidak
berkaitan langsung dengan
Pengguna Jalan;
|
b. pengadaan, pemasangan,
perbaikan, dan
|
pemeliharaan perlengkapan
Jalan yang berkaitan
langsung dengan Pengguna
Jalan; dan
|
c. optimalisasi operasional rekayasa Lalu
Lintas dalam
|
rangka meningkatkan
ketertiban, kelancaran, dan
efektivitas penegakan
hukum.
|
|
(4)
Kegiatan pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam
|
Pasal 93 ayat (3) huruf d
meliputi pemberian:
a. arahan;
b. bimbingan;
c. penyuluhan;
|
d. pelatihan . . .
|
|
|
|
- 54 -
|
d. pelatihan; dan
e. bantuan teknis.
|
|
(5)
Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
|
Pasal 93 ayat (3) huruf e
meliputi:
a. penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan;
b. tindakan korektif terhadap kebijakan; dan
c. tindakan penegakan hukum.
|
|
Pasal 95
|
|
(1)
Penetapan kebijakan penggunaan jaringan Jalan dan
|
gerakan Lalu Lintas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
94 ayat (2) huruf a yang
berupa perintah, larangan,
peringatan, atau petunjuk
diatur dengan:
a. peraturan Menteri yang membidangi sarana
dan
|
Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan untuk
jalan nasional;
|
b. peraturan daerah provinsi untuk jalan provinsi;
c. peraturan daerah kabupaten untuk jalan
kabupaten
|
dan jalan desa; atau
|
d. peraturan daerah kota untuk jalan kota.
|
|
(2)
Perintah, larangan, peringatan, atau petunjuk
|
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dinyatakan
dengan Rambu Lalu Lintas,
Marka Jalan, dan/atau Alat
Pemberi Isyarat Lalu
Lintas.
|
|
Paragraf
2
|
Tanggung Jawab
Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas
|
|
Pasal 96
|
|
(1) Menteri yang membidangi sarana dan
Prasarana Lalu
|
Lintas dan Angkutan Jalan
bertanggung jawab atas
pelaksanaan Manajemen dan
Rekayasa Lalu Lintas
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 94 ayat (1) huruf a,
huruf b, huruf c, huruf
e, huruf g, huruf h, dan huruf i,
Pasal 94 ayat (2), Pasal
94 ayat (3) huruf b, Pasal 94 ayat
(4), serta Pasal 94 ayat
(5) huruf a dan huruf b untuk
jaringan jalan nasional.
|
|
|
(2) Menteri . . .
|
|
|
|
- 55 -
|
(2) Menteri yang membidangi Jalan bertanggung
jawab atas
|
pelaksanaan Manajemen dan
Rekayasa Lalu Lintas
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 94 ayat (1) huruf a,
huruf b, huruf d, huruf
g, huruf h, dan huruf i, serta
Pasal 94 ayat (3) huruf a
untuk jalan nasional.
|
(3) Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
|
bertanggung jawab atas
pelaksanaan Manajemen dan
Rekayasa Lalu Lintas
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 94 ayat (1) huruf
a, huruf b, huruf f, huruf g, dan
huruf i, Pasal 94 ayat
(3) huruf c, dan Pasal 94 ayat (5).
|
(4) Gubernur bertanggung jawab atas pelaksanaan
|
Manajemen dan Rekayasa
Lalu Lintas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) untuk jalan provinsi
setelah mendapat
rekomendasi dari instansi terkait.
|
(5) Bupati bertanggung jawab atas pelaksanaan
Manajemen
|
dan Rekayasa Lalu Lintas
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2)
untuk jalan kabupaten dan/atau
jalan desa setelah
mendapat rekomendasi dari instansi
terkait.
|
(6) Walikota bertanggung jawab atas pelaksanaan
|
Manajemen dan Rekayasa
Lalu Lintas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) untuk jalan kota
setelah mendapat
rekomendasi dari instansi terkait.
|
|
Pasal 97
|
|
(1) Dalam hal terjadi perubahan arus Lalu
Lintas secara
|
tiba-tiba atau
situasional, Kepolisian Negara Republik
Indonesia dapat
melaksanakan Manajemen dan Rekayasa
Lalu Lintas kepolisian.
|
(2) Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas
kepolisian
|
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan
menggunakan Rambu Lalu
Lintas, Alat Pemberi Isyarat
Lalu Lintas, serta alat
pengendali dan pengaman
Pengguna Jalan yang
bersifat sementara.
|
(3) Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat
memberikan
|
rekomendasi pelaksanaan
Manajemen dan Rekayasa Lalu
Lintas kepada instansi
terkait.
|
|
Pasal 98 . . .
|
|
|
|
- 56 -
|
Pasal 98
|
|
(1) Penanggung jawab pelaksana Manajemen dan
Rekayasa
|
Lalu Lintas wajib
berkoordinasi dan membuat analisis,
evaluasi, dan laporan
pelaksanaan berdasarkan data dan
kinerjanya.
|
(2) Laporan pelaksanaan sebagaimana dimaksud
pada ayat
|
(1) disampaikan kepada
forum Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.
|
|
|
Bagian Kedua
|
Analisis Dampak Lalu
Lintas
|
|
Pasal 99
|
|
(1) Setiap rencana pembangunan pusat kegiatan,
|
permukiman, dan
infrastruktur yang akan menimbulkan
gangguan Keamanan,
Keselamatan, Ketertiban, dan
Kelancaran Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan wajib
dilakukan analisis dampak
Lalu Lintas.
|
|
(2) Analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana
dimaksud
|
pada ayat (1)
sekurang-kurangnya memuat:
a. analisis bangkitan dan tarikan Lalu Lintas
dan
|
Angkutan Jalan;
|
b. simulasi kinerja Lalu Lintas tanpa dan
dengan
|
adanya pengembangan;
|
c. rekomendasi dan rencana implementasi
penanganan
|
dampak;
|
d. tanggung jawab Pemerintah dan pengembang
atau
|
pembangun dalam
penanganan dampak; dan
|
e. rencana pemantauan dan evaluasi.
|
(3)
Hasil analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana
|
dimaksud pada ayat (1)
merupakan salah satu syarat
bagi pengembang untuk
mendapatkan izin Pemerintah
dan/atau Pemerintah
Daerah menurut peraturan
perundang-undangan.
|
|
Pasal 100
|
|
(1) Analisis dampak Lalu Lintas sebagaimana
dimaksud
|
dalam Pasal 99 ayat (1)
dilakukan oleh lembaga
konsultan yang memiliki
tenaga ahli bersertifikat.
|
(2) Hasil . . .
|
|
|
|
- 57 -
|
(2) Hasil analisis dampak Lalu Lintas
sebagaimana
|
dimaksud dalam Pasal 99
ayat (3) harus mendapatkan
persetujuan dari instansi
yang terkait di bidang Lalu
Lintas dan Angkutan
Jalan.
|
|
Pasal 101
|
|
Ketentuan lebih lanjut
mengenai pelaksanaan analisis
dampak Lalu Lintas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99
|
dan Pasal 100 diatur dengan peraturan pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar